Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam melakukan Legal Due Diligence (“LDD”):
- Profesionalitas, berupa keahlian yang dimiliki konsultan hukum meliputi kehati-hatian, integritas, serta kepastian hukum.
- Keterbukaan, dibutuhkan untuk mencegah terjadinya misleading dan keakuratan atas fakta yang ada.
- Independensi, mencerminkan audit yang dihasilkan menginformasikan kondisi objektif dari perusahaan yang diuji tuntas.
Dalam melakukan LDD terdapat 3 tahap penting yang perlu diperhatikan:
- Perencanaan, meliputi mengetahui tujuan diadakannya uji tuntas serta memahami posisi klien atau pengguna dari laporan LDD ini. Tahap perencanaan dapat dimulai dari penyusunan jadwal dan tahapan pekerjaan, dilanjutkan identifikasi peraturan terkait dan listing daftar pertanyaan serta daftar pihak yang perlu diminta keterangan, dan diakhiri dengan membuat daftar dokumen yang akan diperiksa.
- Pelaksanaan, tahap ini dimulai dengan pemeriksaan dokumen, kelengkapannya serta peraturan-peraturan terkait. Dokumen yang diperiksa tidak luput dari:
- Dokumen anggaran dasar perusahan;
- Dokumen aset perusahaan;
- Dokumen perjanjian dengan pihak ketiga;
- Dokumen perizinan dan persetujuan perusahaan;
- Dokumen perihal permasalahan kepegawaian perusahaan;
- Dokumen asuransi perusahaan,berupa polis asuransi bangunan (gedung);
- Dokumen perpajakan perusahaan; dan
- Dokumen yang berkaitan dengan keterkaitan perusahaan dengan tuntutan dan sengketa dalam atau di luar pengadilan.
Dilanjutkan dengan melakukan konfirmasi atas dokumen yang diperiksa dengan fakta sebenarnya, dapat berupa pengecekan kondisi lapangan. Konfirmasi dilakukan juga dengan instansi atau lembaga penerbit, dan/atau dengan pengguna jasa atau pihak lain yang berkaitan dapat dilakukannya melalui wawancara dan/atau meminta keterangan tertulis. Pemeriksaan dokumen diakhiri dengan penulisan laporan LDD.
- Pengawasan, pengawasan dilakukan agar pelaksanaan terlaksana sesuai rencana, pengawasan juga meliputi re-checking hasil audit.
Yang dimaksud dengan Tenaga Kerja Asing (“TKA”) adalah Warga Negara Asing (“WNA”) pemegang visa dengan maksud bekerja di Indonesia dengan ciri-ciri sebagai berikut:
- Hubungan kerja;
- Jabatan tertentu;
- Waktu tertentu; dan
- Memiliki kompetensi sesuai dengan jabatan yang akan diduduki.
Perlindungan dalam hal ketenagakerjaan berkaitan dengan perjanjian kerja antara perusahaan dengan tenaga kerja asing tersebut.
Selain perlindungan yang tercantum dalam setiap perjanjian kerja, TKA juga akan mendapat jaminan sosial yang diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Hak Jaminan Sosial Bagi Pekerja Asing Pasal 1 Angka 4.
Dasar hukum ketentuan TKA:
- UU No. 21 Tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour in Industry and Commerce;
- UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana telah diubah terakhir kalinya oleh Pasal 81 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (“UU Ketenagakerjaan”);
- UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Investasi sebagaimana telah diubah terakhir kalinya oleh Pasal 76 UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (“UU Investasi”); dan
- Perka BKPM No. 5 Tahun 2021 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengawasan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (“Perka BKPM No. 5 Tahun 2021”).
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”) merupakan sarana hukum yang berperan dalam restrukturisasi utang perseroan sehingga kondisi keuangan perseroan dapat kembali sehat. Hal ini didasari oleh kemampuan memberikan waktu atas dasar undang-undang melalui putusan hakim pengadilan niaga kepada debitor dan untuk cara-cara pembayaran utang debitor dengan memberikan rencana pembayaran seluruh atau sebagian utang debitor.
Dengan tertundanya kewajiban pembayaran utang merupakan suatu peluang bagi debitur untuk melanjutkan sehingga dapat memberi suatu jaminan bagi pelunasan utang-utang kepada seluruh kreditor. Sedangkan bagi , PKPU hadir untuk kreditor dalam hal memperoleh kepastian mengenai pembayaran tagihan utang dari debitur.
Ada sejumlah bentuk yang diajukan dalam proposal restrukturisasi utang, seperti, penurunan tingkat bunga, atau pemotongan jumlah utang (bunga dan pokok), memperpanjang jangka waktu pelunasan, konversi utang saham, pembebasan utang, memasukan investor baru, atau gabungan dari hal-hal yang telah disebut. Pembayaran utang melalui mekanisme PKPU sebagai restrukturisasi utang atau reorganisasi utang diatur Pasal 222 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Pailit dan bangkrut berhubungan dengan kondisi keuangan suatu perusahaan. Sering diartikan sama, namun pailit dan bangkrut memiliki makna yang berbeda. Berikut merupakan perbedaan dari pailit dan bangkrut:
Pailit: berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ("PKPU"), pailit dapat dijatuhkan kepada debitur jika memiliki dua atau lebih kreditur, memiliki hutang yang belum dibayarkan dan sudah jatuh tempo, dan permohonan PKPU dapat dijatuhkan oleh perusahaan sendiri maupun permohonan satu atau lebih kreditur. Status pailit ditetapkan oleh Pengadilan Niaga.
Bangkrut: bangkrut merupakan sebuah kondisi perusahaan yang menderita kerugian besar dan menyebabkan perusahaan gulung tikar. Penyebab utama bangkrutnya suatu perusahaan adalah karena kondisi keuangannya tidak sehat dan tidak lagi bisa membiayai jalannya operasional perusahaan dengan faktor-faktor sebagaimana tercantum dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No.18/PUU-VI/2008.
Namun, baik pailit maupun bangkrut sama-sama bisa dihindari dengan tata cara pengelolaan keuangan perusahaan yang baik.
Beberapa perubahan atas ketentuan pendirian perseroan dalam undang-undang (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja) meliputi:
- Pendirian, setelah perubahan pendiri perseroan dapat dilakukan hanya oleh satu orang, ketentuan ini hanya berlaku pada sektor mikro dan kecil. Dasar ketentuan ini atas peluang dalam berbisnis dan membuat terobosan melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang memungkinkan Perseroan didirikan 1 orang atau disebut dengan PT Perseorangan.
- Status Badan Hukum, status badan hukum milik Perseroan sebelum nya akan berlaku setelah diterbitkannya keputusan Kementerian Hukum dan HAM (“Kemenkumham”) berubah dimana status badan hukum Perseroan sudah berlaku sebelum diterbitkannya keputusan Kemenkumham. Setelah didapatkan bukti pendaftaran badan hukum kepada Kemenkumham, status badan hukum secara langsung sudah aktif.
- Modal Dasar Minimal, dalam peraturan perundang-undangan yang baru, para pelaku usaha tidak lagi dibatasi dengan ketentuan minimal modal dasar, dimana sebelumnya modal dasar minimum adalah sebesar Rp. 50.000.000,-
- Aturan TD, Tanda Daftar Perusahaan (“TDP”) telah dicabut dan tidak berlaku lagi dalam perizinan skala usaha dimana fungsinya dialihkan ke Nomor Induk Berusaha (“NIB”).
- Perizinan Berbasis Risiko, setelah perubahan terdapat 3 kategori risiko meliputi risiko rendah, risiko menengah, dan risiko tinggi dimana. Tingkat risiko menengah dibagi lagi menjadi menjadi risiko rendah dan risiko tinggi.
- Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup ("SPPL"), setelah perubahan adanya Amdal sudah tidak diwajibkan apabila SPPL dimiliki oleh perusahaan yang kegiatan usaha yang tergolong mikro dan kecil.
Dalam dunia ketenagakerjaan dikenal istilah PKWT dan PKWTT. Keduanya sama-sama berkaitan dengan Perjanjian Kerja, namun apakah perbedaanya?
PKWT: merupakan singkatan dari Perjanjian Kerja Waktu Tertentu , yang dimaksud dengan PKWT adalah perjanjian kerja yang mengikat karyawan kontrak atau pekerja lepas dalam waktu tertentu. Aturan mengenai tata cara pemberlakuan PKWT tercantum dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 59 ayat (1). PKWT diberikan kepada karyawan kontrak yang sedang menjalani masa percobaan (probation) sebelum diangkat menjadi karyawan tetap. Kemudian, dalam hal pembaruan perjanjian pada PKWT dapat dilakukan setelah 30 hari melebihi masa perjanjian kerja berakhir.
PKWTT: merupakan singkatan dari Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu. PKWTT adalah perjanjian kerja yang diperuntukkan untuk para karyawan tetap. PKWTT diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Pasal 60 ayat (1). PKWTT akan berakhir apabila karyawan sudah memasuki masa pensiun, meninggal dunia, atau resign. Karyawan dengan PKWTT disebut sebagai karyawan tetap. Disebutkan bahwa perusahaan harus memberikan masa percobaan (probation) terlebih dahulu kepada karyawan baru selama 3 bulan dengan menggunakan perjanjian PKWT seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Baik Likuidator maupun kurator merupakan profesi yang harus memperhatikan prosedur tertentu berkaitan dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Perbedaan kedua profesi tersebut dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut:
- Pengertian, likuidator merupakan subjek yang ditunjuk atau diangkat menjadi penyelenggara likuidasi. Kewajiban likuidator meliputi mengatur dan menyelesaikan harta atau budel perseroan. Sedangkan, Kurator merupakan Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan dan di bawah pengawasan Hakim Pengawas bertugas mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit.
- Pembubaran perseroan, likuidator akan mengurus pembubaran perseroan terjadi berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham ("RUPS"), karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir atau dengan dicabutnya kepailitan berdasar putusan Pengadilan Niaga. Sedangkan kurator mengurus pembubaran perseroan yang terjadi berdasarkan atas pernyataan pailit.
- Tanggung jawab, likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi Perseroan yang dilakukan. Sedangkan kurator bertanggung jawab kepada hakim pengawas atas likuidasi Perseroan (Debitor Pailit) yang dilakukan.
Tinggalkan Pertanyaan Anda Di Sini
Jika Anda mempunyai pertanyaan mengenai masalah hukum atau pendapat hukum,
silakan bertanya kepada kami melalui formulir di bawah ini