Masih segar dalam ingatan kita berita tentang pemberlakuan Moratorium (penundaan sementara) Undang-undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (selanjutnya disebut “UUKPKPU”) yang menimbulkan banyak pandangan yang sifatnya pro dan kontra baik dari kalangan pengusaha, praktisi hukum, pemerintahan, politisi, akademisi hingga asosiasi.  Namun dalam setiap fenomena selalu ada sisi baik yang dapat kita ambil. Setidak-tidaknya, pemberlakuan UUKPKPU cukup tersosialisasikan dengan baik di tengah masyarakat khususnya para pelaku usaha yang dapat menggunakan instrumen UUKPKPU sebagai salah satu solusi penyelamatan perusahaan terkait permasalahan hutang piutang yang tengah dihadapi.

Selepas pembahasan tentang Moratorium, kita masuk dalam suatu babak baru polemik UUKPKPU pasca dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konsitusi No. 23/PUU-XIX/2021 tertanggal 15 Desember 2021. Partner kami, Rizky Dwinanto, yang juga dikenal sebagai konsultan hukum kepailitan dengan sederet pengalaman dan penghargaan di bidang PKPU telah menuangkan pemikirannya terkait hal ini melalui sebuah artikel yang dipublikasikan di Hukumonline.com. Pada artikel ini, penulis mencoba menguraikan putusan tersebut dari sisi praktis pelaksanaan berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai praktisi hukum kepailitan.

 

Artikel tersedia dalam bahasa Indonesia. Mohon dapat diperhatikan bahwa artikel ini dibuat untuk tujuan diskusi semata dan bukan merupakan opini atau nasihat hukum.

 

Baca Artikel:

https://www.hukumonline.com/berita/a/babak-baru-polemik-uu-kepailitan-dan-pkpu-lt61ee0b16d4a36/